Cerpen 1: blum tahu judulnnya :(


"Dicoba dulu donk nak", ucapku ke Naya..anak gadisku yang berumur 10 tahun.banyak orang berkata kalau dia adalah foto kopi ku kecil dulu. Happy happy saja sih mendengarnya, karena Naya gadis yang cantik menurutku.
Naya sedang memilih ekstra kurikuler yang ingin dia ambil untuk semester berikutnya dan aku menyarankan silat, yang ditanggapi dengan dingin oleh Naya, dengan segala alasan yang intinya gak sesuai dengan keinginan dia.
Aku jadi ingat ketika aku sebesar dia, rasanya semua yang orang tuaku sarankan, selalu aku tolak. Persis seperti Naya. Duh..kenapa Naya gak mirip sama bapaknya saja sih..keluhku dalam hati... Dan pikiranku pun melayang ke Mas Danu....
" Desi " kataku sambil mengulurkan tangan ke laki laki yang dikenalkan temanku. Laki laki yang gagah dan tampan. Tinggi nya sekitar 175 dan berat badan kisaran 70 kg. Matanya teduh dengan alis yang tebal.
Dan dia menjawab..," saya Danu", dengan suara yang berat dan dalam.
Dan kami berdua terdiam. Mbak Ika, kakak angkatanku yang mengenalkan kami, terus berbicara segala hal yang terlintas di pikirannya. Untung saja, karena hal inilah yang membuat keadaan menjadi cair. Dari pembicaraan tersebut akhirnya aku tahu kalau Danu sudah bekerja, lumayan mapan, dan sedang dalam proses mencari istri. Dia pendiam, terkesan cuek, tapi dari beberapa pembicaraan dengan mbak Ika terlihat kalau dia cukup perhatian.
Aku terpikat. Sedikit. Belum luluh lantak. Dari pertemuan tersebut, tukar no telpon, dan berlanjutlah ke obrolan ngalor ngidul tiap malam melalui telpon. 
Dari telpon pertama, bisa terlihat bahwa Danu pendiam dan tidak banyak omong. Dari setiap pembicaraan, aku lah yang harus memulai dan mengisinya.
Namun aku menikmatinya.
Satu saat, dia menghilang. Tidak menelponku selama seminggu. Aku gelisah. Kangen. Dan tepat di akhir minggu, tahu tahu dia muncul di rumahku. Hatiku benar benar meloncat ketika melihat dia. Apakah ini cinta?
Dan kunjungan mingguan menjadi hal yang rutin. Dengan acara yang hampir sama. Aku berbicara, dia mendengarkan. Kadang ketika dia berbicara, kata-kata yang keluar benar-benar yang bermakna. Aku terhanyut.
Ketika dia melamarku, rasanya seperti terbang ke langit ketujuh. Aku, yang hanya seorang aku, dilamar oleh pangeran tampan. Aku bilang ya, dan kami menikah 6 bulan kemudian.
Pernikahan kami indah. Bulan madu sebentar. Dan mulai lah kehidupan yang sebenarnya.
Aku ditugaskan di pekanbaru. Dan Mas Danu yang sudah menjadi suamiku saat itu mendorongku untuk mengambil pekerjaan itu. Dia bersedia keluar dari kantornya untuk ikut aku. Dia tidak mau berpisah. Dan aku kembali terharu melihat pengorbanan dia demi karirku.
Karirku makin berkembang. Aku menjadi pimpinan salah satu divisi perusahaan perminyakan.
Kehidupan rumah tanggaku pun berkembang dengan lahirnya Davi dan Naya. Namun, semakin berkembangnya karir dan rumah tanggaku, tidak diimbangi dengan karir suamiku.
Ketika dia memutuskan keluar untuk ikut denganku, sejak itulah dia tidak mempunyai pekerjaan. Ternyata sulit untuk mencari pekerjaan di kota itu, dan selama itu dia bertindak sebagai bapak rumah tangga.
Dan dia hancur. Aku melihat kepercayaan diri dia yang semakin turun, pembicaraan dia yang mulai menunjukkan kekasaran dan bahasa tubuh dia yang mulai memperlihatkan kebencian padaku.
Aku bersabar. Aku berusaha menunjukkan bahwa aku tetap menghormati dia seperti sebelumnya. Namun semua benar-benar sulit. Terutama jika pekerjaan kantor  sedang menekanku. Aku cuma wanita biasa. Pertengkaran mulai terjadi. Sekali dua kali. Masih pertengkaran yang santun yang terjadi. Namun satu saat pertengkaran itu meledak menjadi perang yang sulit didamaikan. Dan mulailah neraka dimulai di rumah tangga kami. Kami tidak lagi saling berbicara. Kami tidak lagi saling menyentuh. Ketika aku pulang, maka dia akan pergi. Hanya anak-anak yang kami jadikan pegangan sehingga kami masih bersama. Hingga suatu saat, aku ditelpon mbak ika..dan dia bertanya ada apa dengan keluargaku. Aku terdiam. Aku tak pernah bercerita apapun pada siapapun. Kenapa mbak ika tahu-tahu menelpon aku? Dan mbak ika cerita, kalau mas Danu menelpon dia dan bilang akan meninggalkanku. Bahkan kenyataannya sebenarnya mas Danu sudah tidak di rumah semenjak 2 hari yang lalu. Dia pergi begitu saja meninggalkanku dan anak anak dan aku tidak menyadarinya sama sekali. Mbak Ika bilang kalau Danu menitipkan pesan kepadaku agar jangan mencarinya. Ikhlaskan kepergiannya. Karena ini yang terbaik. Aku masih terdiam mencerna semua ini. Namun lama kelamaan rasa marah dan emosiku memuncak dan aku menangis tersedu. Mbak Ika menyabarkanku dan berkata akan berusaha mencari keberadaan Mas Danu dan menginformasikannya ke aku.
Aku hancur. Semua keluarga bertanya kemana Danu. Anak anakku bertanya kemana papanya. Aku bingung harus berkata apa terutama pada keluarga mertuaku. Pandangan mata curiga padaku mulai terlihat. Namun sebulan setelah kepergian mas Danu, mama mas Danu menelponku dan berkata kalau Danu sudah menghubunginya. Danu minta maaf pada mamanya  karena pergi begitu saja dan berkata bahwa ini bukan salahku. "Jangan salahkan Desi ma, ini keputusanku untuk meninggalkan dia dan anak anak. Tolong mama jangan persulit Desi dan jangan cari Danu." Itu lah pesan mas Danu pada mamanya. Mamanya menangis minta maaf padaku, dan minta aku bersabar. Aku pun menangis mengiyakan
Tiga bulan, setahun, 3 tahun sampai 5 tahun kemudian, hari ini, tidak ada kabar apapun dari Mas Danu.
Aku adalah janda tanpa surat cerai.
Aku sudah kembali ke Jakarta 6 bulan setelah mas Danu pergi. Aku minta dimutasi ke Jakarta untuk mendekat pada keluargaku. Aku tak sanggup sendiri dengan dua anak yang masih kecil di pekanbaru.
Keluargaku sangat mengerti keadaanku. Mereka membantu sebisa mereka untukku dan anak-anakku. Secara ekonomi kami berkecukupan, namun lubang di hatiku menganga besar sekali.
Aku sudah lama tidak lagi mencari tahu dimana mas Danu. Aku sudah melewati masa itu. Aku tidak lagi menyalahkan diriku. Itu keputusannya. Namun aku juga tidak mau mengurus perpisahan dengannya yang sebenarnya bisa disetujui dengan mudah oleh pengadilan agama. Apakah aku masih mengharapkannya? Entahlah.
Sekali dua kali ada saja teman lelakiku yang berusaha mendekat. Namun aku selalu menolak. Aku membangun pertahanan sekitarku untuk menolak laki laki mendekat padaku. Ada yang lebih penting yang harus aku urus. Itu selalu yang aku ucapkan pada diriku.
Anak anakku tumbuh menjadi anak yang kuat, sehat dan membanggakan. Davi 12 tahun dan Naya 10 tahun. Aku berencana mengajak mereka keliling eropa 2 minggu liburan sekolah. Sudah saatnya kami melepas semua kepenatan dan berjalan jalan menikmati hidup.
Penerbangan yang kami ambil adalah qatar airways yang transit di Doha. Dan ketika kami sedang menunggu di ruang tunggu bandara, aku melihat dia. Mas Danu. Masih gagah seperti dulu. Namun dengan raut wajah yang lebih tua. Dia terlihat lelah. Namun yang sangat membuatku kaget adalah perempuan yang memegang tangannya. Dia mbak Ika. Aku terpatung memandangnya.. Dan anak anakku yang melihat keadaanku, langsung memandang ke arah yang sama.. Dan mereka berteriak..papa...
Mas Danu dan Mbak Ika menengok ke arah kami dan langsung terlihat pucat pasi.
Mereka berjalan ke arah kami dan mbak Ika langsung memelukku sambil menangis dan minta maaf.
Mas Danu memeluk anak anak dan menangis.
Mereka meminta maaf dan berjanji menerangkan semuanya, namun aku sudah tak peduli. Aku cuma diam.
Dan panggilan pesawatku pun terdengar. Aku dan anak anak bergegas membereskan semua dan beranjak. Mas Danu memegang tanganku dan memeluk anak anakku... Dan berkata.. Maafkan aku Desi.. Davi, Naya
..kalian jauh lebih baik tanpa papa....maafkan papa...
Aku cuma diam dan pergi. Anak anak menyusulku dengan raut sedih di wajah mereka. Naya memelukku kencang dan Davi menggenggam tanganku... Sudah. cukup. No more Mas Danu.

Komentar

Postingan Populer